Laman

Cari Artikel Lainnya disini

Komik Naruto bahasa Indonesia

Komik Naruto bahasa Indonesia

MAKALAH AS - SUNNAH



MAKALAH
AS - SUNNAH

DOSEN PEMBIMBING :
ZAINAL ARIFIN, M.P.dI


















Oleh : FENDI IRAWAN


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2008


BAB I
KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, bahwa hany dangan petunjuk dan hidayah-Nya sajalah sajalah makalah ini selesai dan bisa terwujud sehingga sampai dihadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan Studi Islam pada masa sekarang dan yang akan datang.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai seamakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang as-sunnah mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan umat Islam maupun dikalangan non Islam. Urgensi as-sunnah masa masa sekarang paling tidak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan ekternal. Dengan sisi internal dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya yang berada dalam lingkungan umat Islam itu sendiri, sedangkan sisi ekternal yang dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya diluar luar kalangan Islam.




                                                                           Paiton, 18 Nopember 2008                                                                                        

                                                                        Penulis 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN AS-SUNNAH
Ada banyak istilah yang sering digunakan dalam pembahasan as-Sunnah, yaitu : as-Sunnah itu sendiri, al-Hadits, Khabar, dan Atsar. Karena itu sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan as-Sunnah, ada baiknya kita memahami dahulu istilah-istilah tersebut agar tidak terjadi salah paham.
As-Sunnah menurut pengertian etimologi (bahasa) bararti tradisi yang bisa dlakukan, atau jalan yang dilalui (al-thariqah al-maslukah) baik yang terpuji ataupun yang tercela. Sedangkan menurut terminology (istilah syara’) ada ulama’ yang mengatkan as-Sunnah dan al-Hadits itu sama namun adapula yang membedakan antara keduanya. Adapun ulama’ yang membedakan keduanya adalah Ibnu Taimiyah menurutnya al-Hadits merupakan ucapan, perbuatan maupun taqrir Nabi Muhammad sebatas beliau diangkat menjadi Nabi/Rosul, sedangkan as-Sunnah lebih dari itu, yakni sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi/Rosul. Sedangkan jumhur ulama’ menyamakan arti as-Sunnah dan al-Hadits.
As-Sunnah juga berarti lawan dari bid’ah (suatu amalan yang tidak dilandasi oleh tradisi atau tata cara agama), dan juga dapat diartikan jalan hidup (siroh) oleh karena itu sunnah Nabi berarti jalan hidupnya, sedangkan sunnah allah adalah jalan/hokum yang telah ditetapkan-Nya (baca QS. Fathir : 43 dan al-Fath : 23).[1] Sedangkan al-Hadits berarti al-Jadid (yang baru), lawan dari al-Qodim (yang dahulu). Atau al-qarib (yang dekat) dan al-khabar (berita). Dalam definisi-definisi diatas tersebut. Kalimat itu mempunyai konsekuensi bahwa as-Sunnah/al-Hadits adalah shohih, karena datangnya dari Nabi SAW,. Padahal kenyataannya tidak demikian, yakni ada pula Hadits hasan, daif dan bahkan ada pula yang maudhu’ (palsu) yang semuaya itu dapat dijadikan sebagai hadits atau as-Sunnah.
Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi tentang as-Sunnah alangkah baiknya kita mengatahui dulu tentang istilah-istilah yang berkaitan dangan as-Sunnah antara lain al-Khabar, al-Atsar dll.
  1. Yang dimaksud al-Khabar (pemberitahuan), yaitu berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang yang lain. Dengan demikian al-Khabar lebih luas daripada as-Sunnah, karena tidak bersumber dari Nabi SAW. Tetapi juga dari sahabat dan tabi’in. Al-Thiby menyamakan arti al-Khabar dangan al-Hadits.
  2. Sedangkan al-Atsar berarti bekas atau sisa sesuatu. Para fuqaha memakai istilah atsar khusus dieruntukkan bagi perkataan sahabat tabi’in dan ulama’ salaf. Tetapi jumhur ulama’ menyamakan atsar dengan al-Hadits/as-Sunnah. Al-Nawawi menyatakan bahwa ulama’ fiqih menyebut hadits mauquf (perkataan sahabat) juga atsar.

B.     KEDUDUKAN AN-SUNNAH DALAM SYARIAT ISLAM
      Umat Islam telah mengakui bahwa hadits Nabi SAW. Itu dipakai sebagai pedoman hidup yang utama setelah al-Qur’an. Ajaran-ajaran Islam yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak dirinci menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak diterangkan cara pengamalannya dan tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam al-Qur’an, maka hendaknya dicarikan ayat yang masih mutlak dalam al-Qur’an dan penyelesaiannya dalam as-Sunnah/al-Hadits. Seandainya usaha itu mengalami kegagalan, disebabkan karena ketentuan hokum dan dan cara pengamalannya itu benar-benar terjadi dimasa Nabi SAW., sehingga memerlukan ijtihad baru untuk menghindari kekosongan hokum dan kebekuan beramal, maka baru dialihkan untuk mencari pedoman yang lain yang dibenarkan oleh syariat, baik berupa ijtihad peperangan maupun kelompok yang berbentuk ijma’ ulama’ atau pedoman lainnya, sepanjang tidak bertentangan dangan jiwa syariat.
      Al-Syatihi memberikan argumentasinya tentang kedudukan as-sunnah/al-Hadits berada dibawah al-Qur’an, bahwa :
1.      Al-Qur’an diterima secara qoth’I (meyakinkan), sedangkan hadits diterima secara dzanni, kecuali hadits mutawatir.
2.      Hadits adakalanya menerangkan sesuatuyang bersifat global dalam al-Qur’an, memberi komentar terhadap al-qur’an dan adakalanya membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan dalam al-Qur’an.
3.      Di dalam hadits itu sendiri terdapat petunjuk mengenai hal tersebut, yakni hadits menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an.[2]
      Sedangkan menurut mahmud Abu Rayyah,[3] posisi as-Sunnah/al-Hadits itu berada dibawah al-Qur’an, karena al-Qur’an sampai kepada ummat Islam dengan jalan mutawatir dan tiadk ada keraguan sedikitpun. Sedangkan as-Sunnah/al-Hadits sampai kepada ummat Islam tidak semuanya mutawatir.
      Disamping itu, allah telah memerintahkan kepada umat Islam agar menaati rosulnya sebagaimana menaati Allah sendiri, dan berpegang teguh kepada apa yang disampaikan oleh rosulnya sebagaimana firmannya :


Artinya : “Apa-apa yang disampaikan Rosuluulah kepadamu terimalah dan  jagalah, dan apa-apa yang dilarang rosul, maka tinggalkanlah”.

C.    KEHUJAHAN AS-SUNNAH
Nabi SAW. Adalah seorang rosl yang maksum (terjaga dari perbuatan hina, dosa, dan maksiat), sehingga sunnah-sunnah beliau selalau dipelihara oelh allah SWT. Dari segala apa yang menurunkan citranya sebagai seorang Rosul.(QS.al-Najm ayat : 3-4, dinyatakan :


Artinya : “dan Nabi tidak berbicara dangan kamauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan”.
Sebgaian ulama’ menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan al-qur’an, bukan as-sunnah/hadits. Ketika orang-orang kafir mengingkari terhadap al-qur’an sebagai wahyu dan dianggap sebagai bikinan Muhammad SAW. Lalau Allah menurunkan ayat-ayat tersebut sebagai bantahan terhadap pengingkaran mereka akan kewahyuan al-qur’an. Atas dasar itu, maka ayat-ayat tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan bahwa as-sunnah/hadits termasuk wahyu ilahi.
Namun demikian, alasan ulama’ tersebut dibantah oleh ulama’ lainnya yaitu bahwa walaupun ayat itu diturunkan untuk membela al-qur’an, tetapi dalam mafhum-nya as-sunnah/al-Hadits termasuk didalamnya, karena didalam kaidah ashul dinyatakan bahwa “ungkapan itu menurut lafal bukan pada khususnya sebab”.
Dengan adanya kaidah tersebut, berarti bahwa as-sunnah/hadits juga merupakan wahyu, karena melihat keumuman ayat tersebut dan bukan melihat kekhususan sebabnya.
Sebagian ulama’ mendudukkan Nabi kedalam dua posisi yaitu :
1.         Posisinya sebagai manusia biasa (al-Basyar), sehingga beliau diperbolehkan melakukan ijtihad walaupun tanpa berkonsultasi dengan firman Allah melalui wahyu-Nya.
2.         Posisinya sebagai Rosulullah, sehingga apapun yang diucapkan, diperbuat dan ditetapkan merupakan bagian integral dari wahyu yang diterima dari Allah SWT. Oleh karena itu, as-Sunnah/al-Hadits Nabawi dapat dibagi kedalam dua macam yaitu :[4]
a.       Tawqifi, yaitu kandungannya yang diterima oleh Rosulullah dari wahyu Allah, lalu beliau menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Meskipun kandungannya dinisbatkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih layak dinisbatkan kepada Rosulullah, karena kata-kata itu dinisbatkan kepada yang mengatakannya, meskipun didalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
b.      Taufiqi, yaitu yang disimpulkan oleh Rosulullah menurut pemahamannya terhadap al-qur’an, karena mempunyai tugas menjelaskan AL-Qur’an atau menyimpulkan dengan pertimbangan dan ijtihad.
Pembagian as-Sunnah tersebut menimbulkan dua pendapat yaitu :
Pertama, sunnah harus dijadikan sebagai hujah dalam menetapkan semua hukum dan tidak ada perbedaan apakah Sunnah itu dari wahyu Ilahi (tauqifi) atau dari ijtihad Nabi sendiri (taufiqi) karena beliau adalah orang yang maksum.
Kedua, Sunnah tawfiqi utlak dipakai, karena sebagai penjelas dari Al-Qur’an, sedangkan Sunnah tawfiqi terdapat beberapa alternatif yaitu :
1.               Apabila Sunnah itu ditunjukkan oleh suatu petunjuk khusus bahwa sunnah itu dapat dijadikan sebagai hujah sebagaimana mestinya.
2.               Apabila Sunnah itu ditunjukkan oleh suatu petunjuk khusus bahwa Sunnah itu khusus bagi Nabi, maka Sunnah itu tidak boleh diamalkan oleh umatnya, misalnya, hukum nikah lebih dari empat, hanya khusus bagi Nabi.
3.               Apabila Sunnahnya itu berkaiyan dengan kasus-kasus pidana dan perdata, maka ada dua kemungkinan : (1) Nabi SAW. Menetapkan fakta-faktanya setelah memeriksa semua pihak yang bersengketa, kedua keputusan Nabi SAW. Berdasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. (2) itulah yang menjadi hujah hukum syari’ah bagi umat islam,sekalipun masih ada kemungkinan keputusan Nabi atas perkara perkara yang bersangkutan tidak benar, karena data yang disampaikan kepada beliau tidak faktual.
4.               Apabila Sunnah itu hanya sekedar tradisi bangsa arab pada umumnya, maka sunnah tersebut tidak bisa dijadikan hujahm misalnya ; tradisi memakai jubah dikala perkawinan.
5.               Apabila sunnah itu berkaitan dengan pembawaan manusia, seperti makan, minum, tidur dan lain sebagainya.

D.    FUNGSI AS-SUNNAH TERHADAP AL-QUR’AN
Hadits –hadits Nabi dalam kaitannya dengan al-qur’an mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.      Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-qur’an. Maka dalam hal ini kedua-duanya sama-sama menjadi sumber hukum.
2.      Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat al-qur’an yang masih global, memberi batasan terhadap hal-hal yang masih belum terbatas didalam al-qur’an.
3.      Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam al-qur’an.misalnya larangan berpoligami bagi seseorang terhadap seoarang wanita dangan bibinya.
4.      Ketetapan hadits itu bisa mengubah hukum dalam al-qur’an.

E.     SISTEM PEMBUKAAN AS-SUNNAH
Semua ulama’ dalam Islam sepakat akan pentignnya peranan as-Sunnah dalam berbagai disiplin ajaran Islam, termasuk tafsir, fiqih, dan akhlaq serta seterusnya. Maksud tulisan ini hendak mengkaji bagaimana as-sunnah yang ada mulai ditulis sampai pada proses pengumpulan dalam suatu kitab. Masalah ini mempunyai pengaruh penting dalam menenntukan autentisitas kumpulan sunnah secara umum.
Penulisan Sunnah mengalami penundaan, karena penulisan tersebut dilarang oleh Nabi sendiri. Larangan itu dapat dibenarkan dengan alasan sebagi berikut :
a.    Dikhawatirkan akn terjadi pembauran antara Al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga mengakibatkan perubahan (tahrif) ayat-ayat Al-Qur’an, dan hal ini merupakan suatu kesalahan yang tidak dapat dimaafkan.
b.    Nabi bermaksud menjaga perintah-perintah (hukum-hukum) syariat dalam batas-batas yang ketat, sehingga beliau tidak menyukai berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya, tentunya pertanyaan yang diberikan itu akan menimbulkan as-Sunnah dan hal itu dapat mengalihkan perhatin para sahabat yang semula sibuk menghafalkan dan memelihara al-qur’an beralih memelihara as-sunnah.
Alasan ini juga dianggap lemah, karena Nabi tak mungkin menghendaki kebekuan as-sunnah sendiri. Semua ulama’ sepakat bahwa al-qur’an dan as-sunnah sama-sama diharapkan dapat menjawab semua masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum yang dihadapi oleh para sahabat waktu itu, sehingga tidak ada penundaan penulisan hadits.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan didepan penulis menyimpulkan bahwa as-Sunnah adalah suatu kebiasaan yang dapat dilakukan oleh semua manusia baik itu baik atau jelek, dan perlunya seseorang mengetahui dan mempelajari berbagai pendapat ulama’ dalam menggunakan istilah-istilah itu agar nantinya orang yang mempelajari atau membaca kitab-kitab dapat memilah-milah, mana yang hadits Nabi dan mana pula yang datang dari sahabat. Dalam kajian ini penulis cenderung untuk menyamakan as-sunnah dangan al-hadits dalam penggunaanya, sebagaimana pendapat para jumhur ulama’, karena pendapat ini banyak digunakan oleh para ulama’ hadits akhir-akhir ini, disamping agar tidak bertele-tele dan terjebak dalam perbedaanyang cenderung membingungkan bagi orang yang masih dalam taraf pemula dalam mempelajari Islam, terutama as-sunnah dan al-hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Dawalibi, Muhammad Ma’ruf, al-Madkhal ila Ilmi Ushul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Alm li al-Malayin, 1965
Dr. Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Kencana, 2005


[1] Syekh shahil Ibnu Su’ud al-Ali, al-Tamassak bi as-Sunnahwa Atsarihfi Istiqomah al-Muslim, (Riyadh: Majalah al-Buhut al-Islamiyah,.t.t.), hlm. 198-190.
[2] Mahmud Abu Rayya, adhwa alaas-Sunnah al-Muhammadiyah, (Mesir:Dar al-Ma’arif, 1957), hlm. 39-40.
[3] Ibid. Hlm. 54
[4] Manna Khalil al-Qaththan, Op.cit., hlm. 27

car menyisipkan gamabar pada postingan blog

Caranya :
1. Silahkan Sobat masuk ke menu dasbor.
2. Pilih "setelan".
3. Geser scroll mouse ke bawah, disitu sobat akan melihat bagian yang mirip gambar di atas.
4. Selanjutnya pilih "Editor yang dimutakhirkan".
  Jika setelan global blog Sobat sudah siap, maka langkah berikutnya untuk memasukkan gambar kedalam postingan blog adalah sebagai berikut :


1. Ketika sobat ingin menyisipkan sebuah gambar ke dalam artikel, Sobat tinggal klik ikon "Insert Image" di toolbar.Untuk memudahkan saat memasang gambar, saya sarankan Sobat memilih "Compose" bukan "Edit HTML" yang terletak di pojok kanan atas toolbar.

Contoh gambar : 

2.  Setelah Sobat klik "Insert Image", maka akan muncul jendela baru.Disana Sobat akan melihat 4 pilihan untuk memasukan gambar.Pilihan tersebut adalah Upload, From this Blog, From Picasa Web Album dan From a URL.

Keterangan:
  • Upload, pilih ini jika file gambar ada di komputer Sobat.
  • From This Blog, pilih ini jika gambar yang ingin Sobat tampilkan sudah pernah anda tampilkan di blog Sobat sebelumnya.
  • From Picasa Web Album, pilih ini jika gambar yang ingin di tampilkan sudah Sobat simpan di Picasa Web Album.
  • From a URL, pilih ini jika Sobat sudah meng-upload gambarnya di situs lain.Sobat hanya perlu memasukkan URL gambar tersebut.
3. Setelah Sobat pilih gambarnya, kemudian klik "Add selected".

4. Maka gambar atau foto Sobat akan masuk ke dalam postingan, dari situ Sobat masih bisa meng-Edit sesuai selera Sobat, seperti ukuran, letak, dan keterangan gambar.

5. Apabila artikel Sobat sudah selesai di tulis, berikutnya klik "Terbitkan Entri".Dan apa yang terjadi, sekarang postingan Sobat sudah ada gambarnya....

MAKALAH KONSEP ILMU BUDAYA DASAR DALAM AGAMA


MAKALAH
KONSEP ILMU BUDAYA DASAR DALAM AGAMA

DOSEN PEMBIMBING :
FONI YUSANDA, SP













Oleh :

FENDI IRAWAN






FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2008

BAB I
KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, bahwa hany dangan petunjuk dan hidayah-Nya sajalah makalah ini bisa selesai dan bisa terwujud sehingga sampai dihadapan para pembaca yang berbahagia. Semoga kiranya memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan bagi para pembaca pada masa sekarang dan yang akan datang.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang ditandai seamakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan lingkungan budaya bangsa, yang diikuti dengan kecendrungan terbentuknya nilai-nilai budaya yang bersifat universal, tampak studi tentang Ilmu Budaya Dasar mejadi sangat penting dan mendapakan perhatian yang sangat luas, baik dikalangan umat Islam maupun dikalangan non Islam. Urgensi IBD masa sekarang paling tidak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi internal dan ekternal. Dengan sisi internal dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya yang berada dalam lingkungan umat Islam itu sendiri, sedangkan sisi ekternal yang dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya diluar luar kalangan Islam.




                                                                           Paiton, 18 Nopember 2008                                                                                        

                                                                        Penulis 
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEPSI IBD DALAM AGAMA FILSAFAT DAN KEINDAHAN
A.    KEINDAHAN
Keindahan berasal dari kata indah, artinya  bagus, permai, cantik, molek dan sebagainya. Benda yang memepunyai sifat indah adalah hasil seni, (meskipun tidak semua hasil seni itu indah). Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas sesuia dengan keragaman manusia dan sesuai dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dimanapun kapanpun dan siapapun, dapat menikmati keindahan.
Keindahan odentik dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah, yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Oleh karena itu tiruan lukisan Monalisa tidak indah karena dasarnya tidak benar. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, mode, kedaerahan atau lokal.
Menurut cakupannya harus dibedakan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk membedakan ini dalam bahasa inggris sering digunakan istilah beauty (keindahan) dan the beatiful (benda atau hal yang indah). Dalam pembahasan filsafat, kedua pengertian itu kadang-kadang dicampuradukkan.
Sedangkan menurut luasnya dibedakan menjadi 3 yaitu :
  1. Keindahan dalam arti luas, The Liang Gie menjelaskan bahwa keindahan dalam arti luas mengandung pengertian ide kebaikan. Plato menyebutkan sebagai watak yang indah, sedangkan Ariestoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan menyenangkan. Platonius menyebutkan ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Jadi pengertian seluas-luasnya meliputi :
    1. Keindahan seni
    2. Keindahan alam
    3. Keindahan moral
    4. Keindahan intelektual
  2. Keindahan dalam arti estetika murni menyangkut pengalaman estetika seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
  3. Keindahan dalam arti yang terbatas mempunyai arti yang lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap oleh penglihatan, yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
Dari pembagian keindahan tersebut diatas, masih belum jelas apakah sesungguhnya keindahan itu. Ini memang persoalan filsafat yang jawabannya beragam. Salah satu jawaban ialah mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua bendaatau kualitas hakiki atau dengan pengertian keindahan. Jadi, keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapt pada suatu hal. Kualita yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keseimbangan (balance), dan kebalikan(contras).
Filosof seni dewasa ini merumuskan keindahan sebagai kesatuan hubunagn yang ada dianatara pencerapan-pencerapan inderawi kita. Sebagai filosof lain menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure), yang merupakan sesautu yang menyenangkan terhadap peglihatan atau pendengaran. Filosof abad pertengahan Thomas Aquinos (1225 – 1274) mengatakan bahwa keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan apabila dilahat (id qoud visum placet).
a)      Nilai Estetik
The Liang Gie menjelaskan pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai pendidikan, sebaginya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik.
Ada yang membedakan nilai sajektif dan objektif, akan tetapi, penggolongan yang penting ialah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik. Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sabagai alat atau sarana untuk hal lainnya, yakni nilai yang bersifat sebagai alt atau pembantu. Sedangkan nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai tujuan ataupun demi kepentingan benda tersebut.
b)      Mengapa Manusia Menciptakan Keindahan?
Keindahan itu pada dasarnya bersifat alamiah, sedangkan alam adalah ciptaan tuhan.berarti keindahan juga ciptaan Tuhan. Alamiah memiliki arti wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau wanita dalam lukisan lebih cantik daripada keadaan sebenarnya, justru tidak indah. Bila ada pemain drama yang berlebih-lebihan, misalnya marah dengan meluap-luap padahal kesalahan kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tak berharga kemudian menangis meraung-raung, itu berarti tidak alamiah.[1]
B.     RENUNGAN
Renungan berasal dari kata renung, merenung artinya dengan diam-diam memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam dan Renungan adalah hasail dari merenung. Setiap orang pasti pernah merasakan yang namanya merenung. Sudah tentu kadar renungannya berbeda satu sama lain, sekalipun objek renungannya sama. Apabila objek renungannya berbeda. Jadi, apa yang direnungkannya itu tergantung kepada objek dan sabjek.
Setiap kegiatan untuk merenung atau mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah dimiliki disebut berfilsafat. Akan tetapi, tidak semua orang mampu berpikir kefilsafatan. Pemikiran kefilsafatan mendasarkan diri kepada penalaran. Yaitu proses berpikir yang logis dan analtis. Berpikir merupakan kegiatan untuk menyusun kegiatan, menyusun pengetahuan yang benar. Berpikir logis menunjuk pola berpikir secara luas. Kegiatan berpikir dapat disebut logis ditinjau dari suatu logika tertentu. Dengan demikian, kemungkinan suatu pemikiran yang logis akan menjadi tidak logis bila tidak ditinjau dari sudut logika yang lain.
Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang juga menyadarkan diri pada suatu analisis. Analisis adalah kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu sehingga pengetahuan yang diperoleh disebut pengetahuan tidak langsung. Pemikiran ilmiah (keilmuan) dan pemikiran kefilsafatan mendasarkan diri kepada logika analisis. Hanya saja pemikiran kefilsafatan mempunyai karakteristik sendiri yang berbeda dengan karekter keilmuan.
Pemikiran kefilsafatan mempunyai 3 macam ciri, yaitu :
1.      Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas, bukan hanya ditinjau dari sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain, hubungan dengan moral, seni dan tujuan hidup.
2.      Mendasar, artinya pemikiran yang sampai kepada hasil yang fundamental (keluar dari gejala) sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap bidang keilmuan.
3.      Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajahi wilayah pengetahuan yang baru.
Cabang filsafat yang paling umum, mendasar dan kritik spekulatif, adalah metafisika. Renungan atau pemikiran yang dibahas dalam modul ini berhubungan dengan keindaha. Setiap hasil seni berasa dari renungan tanpa direnungkan hasil seni tidak akan mencapai keindahan.
Renungan yang berhubungan dengan keindahan atau penciptaan keindahan didasarkan atas tiga macam teori, yaitu teori pengungkapan, teori metafisika, dan teori psikologis. Setiap teori ini memiliki tokoh. Dalam teori pengungkapan Benedetto Croce, mengatakan bahwa seni adalah pengungkapan kesan-kesan.
Dalam teori metafisik, Plato mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi. Sebagai realita ilahi, karya seni yang dibuat mamnusia hanyalah merupakan nimenis (tiruan) dari bawah sadar seoarang seniman. Adapun karya seninya merupakan bentuk berselubung yang diwujudkan dari keinginan-keinginan itu.
Teori permainan, yang masih tergolong teori psikologik, dipelopori oleh Friedrick Schiller dan Herbert Spencer. Schiller menyatakan bahwa asal mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse).
Keats berpendapat bahwa jiwa seniman pada waktu merenung dalam rangka menciptakan seni, selalalu diliputi rasa ragu-ragu, takut, ketidaktentuan, pesimis (negatif capability). Juatru seniman yang tidak memiliki kemampuan negatif tidak mampu menciptakan keindahan. Hal ini karena kemampuan negatif identik dengan proses mencari keindahan karena yang bersangkutan merasa belum puas atas keindahan yang telah diciptakan. Pemgertian yang dekat dengan kemampuan ialah intensitas. Kekurangan intensitas ini erat hubungannya dengan ketidakberesan imajinasi, yang berarti seniman tersebut tidak akan dapat menciptakan keindahan.
Selain itu, Keats mengatakan bahwa untuk mengatasi ketakutan ialah hal-hal sesaat. Baginya hal-hal sesaat itu merupakan pelatuk yang meledakkan imajinasi, dan imajinasi ini membentuk konsep keindahan.
Selanjutnya, konsep keindahan adalah abstrak. Konsep itu baru dapat berkomonikasi setelah diberi bentuk seperti halnya gesang, setelah ia bermain dibengawan solo ia merenung. Ia menemukan konsep keindahan barulah berkomonikasi setelah dibari bentuk, yaitu lagu Bengawan Solo yang terkenal itu.[2]

C.    KESERASIAN
Keserasian berasal dari kata serasi; dengan kata dasarnya adalah rasi yang artinya cocok, sesuai, atau kena benar. Kata cocok mengandung pengertian mengandung pengertian perpaduan, ukuran, dan seimbang.  Misal, dalam rumah tangga dan halaman, rumah yang bagus dengan halaman luas yang tersusun rapi dengan bunga-bunga yang indah, akan dipandang serasi.
Dalam mencipta seni, ada dua teori, yakni teori objektif dan teori subjektif. Teori subjektif menyatakan bahwa keindahan adalah terciptanya nilai-nilai estetik yang merupakan kualitas yang melekat pada benda itu.
Dalam perimbangan sebagai cabang teori objektif, dinyatakan bahwa keindahan merupakan suatu kualita dari benda. Contohnya ialah bangunan arsitektur Yunani Kuno yang bagian atap bersusun dan ditopang tiang-tiang besar dengan ukuran seimbang, sehingga tapak harmonis dan serasi.atap yang bersusun itu, tercipta dari hubungan bagian yang berimbang berdasarkan perbandingan angka-angka.
Keserasian tidak ada hubungan dengan kemewahan. Sebab keserasian merupakan perpaduan antara warna, bentuk, dan ukuran. Keserasian merupakan pertentangan antara nada-nada tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek. Kadang kemewahan bisa menunjang keserasian, tetapi hal itu tidak selalu terjadi.

BAB III
KESIMPULAN

Keindahan berasal dari kata indah berarti bagus, permai, cantik, molek dan sebagainya. Benda yang mengandung keindahan ialah segala hasil seni dan alam semesta ciptaan tuhan. Sangat luas kawasan keindahan bagi manusia, oleh karena itu, kapan, dimana, dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan identik dengan kebanaran. Keduanya mempunyai nilai yang sama, yaitu abadi . dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Segala sesuatu yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Selain itu keindahan juga bersifatunifersal.
Ciri-ciri keindahan menyangkut kualita hakiki adalah segala benda yang mengandung kesatuan (unity), keselarasan (harmoni), kesetangkupan (symmetry), dan lain sebagainya. Definisi keindahan sangat luas leh karena itu dalam estetika moderen, orang lebih suka berbicara tentang seni dan estitika kaena hal itu merupakan gejala kongkret yang dapat ditelaah dengan pengalaman secara empirik dan penguraian sistematis.
Nilai berarti kebenaran (worth) atau kebaikan (goodness). Nilai estetik sesuatu adalah realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan karena terdapat pada jiwa manusia dan bukan pada benda itu sendiri.
Ada yang membedakan nilai ini sebagai nilai subjektif dan nilai objektif atau nilai perseorangan dengan nilai kemasyarakatan. Penggolongan yang lebih penting ialah nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik dipandang dari bendanya, sedangkan intrinsik dari bendanya.[3]

DAFTAR PUSTAKA

Mawardi Drs. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia, Bandung 2007


[1] Drs.Suyadi MP, Buku Materi Pokok IBD, Depdikbud, 1984, hlm 5
[2]  Ibid., hal 22
[3]  Ibid., hal 9 - 10