1. Islam adalah sistem menyeluruh
yang menyentuh seluruh segi kehidupan, Ia adalah negara dan tanah air,
pemerintah dan ummat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban
dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan
dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah
aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
2. Al Qur’an yang mulia dan
sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami
hukum-hukum Islam. Ia harus memahami Al Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab, tanpa takalluf 1) (memaksakan diri) dan ta’asuf (serampangan).
Selanjutnya ia memahami sunnah yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits)
yang terpercaya.
3. Iman yang tulus, ibadah yang
benar, dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya kenikmatan
yang ditanamkan Allah dalam hati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham,
lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam), dan mimpi bukanlah bagian
dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap sebagai dalil dengan
syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.
4. Jimat, mantera, guna-guna,
ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya merupakan
sebuah kemungaran yang harus diperangi, kecuali mantera dari ayat Al Qur’an
atau ada riwayat dari Rasulullah SAW.
5. Pendapat imam atau wakilnya
tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung
ragam interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum bias
diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia
mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi, dan tradisi
setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa
mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istidadat)
maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya.
6. Setiap orang boleh diambil
atau ditolak kata -katanya, kecuali Al-Ma’shum (Rasulullah) SAW. Setiap yang
datang dari kalangan salaf ra. dan sesuai dengan Kitab dan Sunnah, kita terima.
Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama
untu duiikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang -
oleh sebab sesuatu yang diperselisihkan dengannya - kata-kata caci maki dan
celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka dan mereka telah berlalu dengan
amal-amalnya.
7. Setiap muslim yang belum
mencapai kemampuan menelaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang),
hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika
-bersamaan dengan mengikutinya ini - ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk
mempelajari dalildalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai
dengan dalil selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu.
Hendaknya ia juga menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan, jika
ia termasuk orang yang pandai, hingga mencapai derajat penelaah.
8. Khilaf dalam masalah fiqih
furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah agama, tidak
menyebabkan permusuhan, dan tidak menyebabkan kebencian. Setiap mujtahid
mendapatkan pahalanya. Sementara itu tidak ada larangan melakukan studi ilmiah
yang jujur terhadap terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang
dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa
melahirkan sikap egois dan fanatik.
9. Setiap masalah yang amal tidak
dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu, adalah
kegiatan yang dilarang syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang
masalah yang tidak benar-benar terjadi atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al
Qur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau
memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi
diantara para sahabat, padahal masing -masing dari mereka memiliki keutamaan
sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya. Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku
para sahabat) kita terlepas dari pesoalan.
10. Ma’rifah kepada Allah dengan
sikap tauhid dan penyucian (Dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah
Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya,
serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup
mengimaninya sebagaimana adanya, tanpa ta’wil dan ta’thil, tidak juga
memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri
dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya
mencukupan diri dengannya. “ Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, ‘Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami’” (QS Ali
Imran:7)
11. Setiap bid’ah dalam agama
Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia,
baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib
diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan sarana yang sebaik-baiknya, yang
tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.
12. Perbedaan pendapat dalam masalah
bid’ah idhafiyah 2), bid’ah tarkiyah 3), dan iltizam terhadap ibadah mutlaqah
(yang tidak ditetapkan, baik cara maupn waktunya) adalah perbedaan dalam masalah
fiqih. Setiap orang mempunyai pendapatnya sendiri. Namun jika tidak mengapa
jika dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan
bukti-bukti.
13. Cinta kepada orang-orang
shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya
adalah bagian dari taqarub kepada Allah SWT. Sedangkan para wali adalah mereka yang
disebut dalam firman-Nya:
“ Yaitu orang-orang yang beriman
dan mereka itu bertaqwa”
Karena pada mereka itu benar
terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu keyakinan
bahwa mereka - semoga Allah meridhai mereka - tidak memiliki mudharat dan manfaat
bagi dirinya - baik ketika masih hidup maupun setelah mati - apalagi bagi orang
lain.
14. Ziarah kubur, kubur siapapun,
adalah sunnah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW. Akan tetapi meminta pertolongan kepada penghuni kubur, siapapun mereka, berdoa
kepadanya, memohon pemenuhan hajat, - baik dari dekat maupun dari kejauhan,
bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan
penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan selain
Allah, dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah bid’ah besar yang wajib
diperangi. Jangan pula mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai perilaku
itu, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15. Doa apabila diiringi dengan
tawasul kepada Allah dengan dalah satu makhluk -Nya adalah perselisihan furu’
menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah aqidah.
16. Istilah - keliru - yang sudah
mentradisi tidak akan mengubah hakekat hukum syar’inya. Akan tetapi ia harus
disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu dan kita berpatokan dengannya.
Disamping itu kita harus berhati-hati terhadap berbagai istilah menipu 6) yang
sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada
esensi (dibalik) suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
17. Aqidah adalah pondasi segala
aktivitas (aktivitas hati lebih penting dari ativitas fisik). Namun usaha untuk
menyempurnakan keduanya merupakan tuntunan syari’at, meskipun kadar tuntunan
masing - masingnya berbeda.
18. Islam itu membebaskan akal
pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah alam, mengangkat derajat ilmu dan
ulamanya sekaligus, serta menyambut hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat
dan manfaat.
“ Hikmah adalah barang hilang milik
orang mukmin. Barangsiapa mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak
atasnya”
19. Pandangan syar’i dan
pandangan logika memiliki wilayah masing-masing yang tidak dapat saling memasuki
secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu
beririsan) dalam masalah yang qath’i (absolut/mutlak). Hakekat ilmiah yang
benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah
(jelas). Sesuatu yang zhanniy (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai
dengan yang qath’i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanniy,
maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan
legalitas kebenarannya atau gugur sama sekali.
20. Kita tidak mengkafirkan
seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan
kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena lontaran pendapat
maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata -kata kufur,
mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama,
mendustakan Al Qur’an secara terang - terangan, menafsirkannya dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu yang tidak
mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.
Sepuluh Hal yang Harus Ada
Pada Sebuah Pergerakan
Pertama
AL-FAHM : Wahai saudaraku yang tulus, yang saya maksud dengan fahm
(pemahaman) adalah engkau yakin bahwa ‘fikrah kita adalah fikrah Islamiyah yang
bersih’. Hendaknya engkau memahami Islam sebagaimana kami memahaminya dalam batas-batas
ushulul ‘isyirin (20 prinsip pergerakan)
Kedua
IKHLAS: Yang kami kehendaki dengan sikap ikhlas adalah bahwa akhul
muslim dalam setiap kata, aktivitas dan jihadnya harus dimaksudkan semata-mata
untuk mencari ridha dan pahala -Nya tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan,
penampilan, pangkat, gelar, kemajuan, atau keterbelakangan. Dengan itulah ia
menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi
pribadi.
“Katakanlah, ’Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidupku dan matiku adalah karena Allah Tuhan Semesta Alam. Tidak ada
sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan.” (QS Al An’am:162 -163)
Dengan begitu pahamlah akhul
muslim mekna slogan abadinya: “Allah tujuan kami, Allah Maha Besar, segala
puji bagi Allah”
Ketiga
AMAL: Yang saya maksud dengan amal (aktivitas) adalah buah dari
ilmu dan keikhlasan.
“Katakanlah, ’Bekerjalah kamu, maka
Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu
itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah amu kerjakan.”(QS
At Taubah:105).
Tingkatan amal yang dituntut:
- Perbaikan diri sendiri
- Pembentukan keluarga muslim
- Pembimbingan masyarakat
- Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing (non-Islam) baik secara politik, ekonomi, maupun moral
- Perbaikan keadaan pemerintah sehingga menjadi pemerintahan Islam yang baik
- Usaha persiapan seluruh aset negeri di dunia untuk kemaslahatan Islam
- Penegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seluruh negeri.
Keempat
JIHAD: Yang saya maksud dengan jihad adalah sebuah kewajiban yang
hukumnya tetap hingga hari kiamat.
“ Barangsiapa mati, sedangkan ia belum
pernah berperang atau berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan
jahiliyah “ (Al Hadits)
Peringkat pertama jihad adalah
pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah berperang dijalan
Allah. Diantara keduanya terdapat jihad dengan pena, tangan, dan lisan berupa kata
-kata yang benar dihadapan penguasa yang zhalim.. Tidaklah dakwah menjadi hidup
kecuali dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah dengan keluasan bentangan ufuknya
adalah penentu bagi sejauh mana keagungan jihad dijalan-Nya dan sejauh mana
pula harga yang harus ditebus untuk mendukungnya. Keagungan pahala yang
diberikan kepada mujahid.
“ Berjihadlah di jalan Allah dengan
sebenar-benar jihad ” (QS Al Hajj: 78)
Dengan
demikian engkau telah mengerti slogan abadimu: Jihad adalah jalan kami
Kelima
PENGORBANAN: Yang saya maksud dengan tadhhiyah (pengorbanan) adalah
pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai
oleh seseorang untuk meraih tujuan. Tidak ada perjuangan didunia ini kecuali
harus disertai dengan tadhiyah. Demi fikroh kita, janganlah engkau mempersempit
pengorbanan, karena sungguh ia memiliki balasan yang agung dan pahala yang indah.
Barangsiapa yang bersantai-santai saja ketika bersama kami maka ia berdosa.
“ Sesungguhnya Allah telah membeli
dari dari kaum mukmin, diri dan harta mereka” (At Taubah:111)
“ Jika engkau semua taat, niscaya
Allah akan memberimu balasan yang baik” Dengan demikian engkau telah mengetahui
makna slogan abadimu: “Gugur dijalan Allah adalah setingi –tinggi cita-cita
kami”
Keenam
TAAT: Yang saya maksudkan dengan taat adalah menunaikan perintah
dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah, saat
bersemangat maupun malas. Hal demikian karena tahapan dakwah ada tiga:
- Ta’rif: ketaatan yang tanpa reserve tidaklah dituntut, bahkan tidak lazim. Seiring dengan kadar penghormatannya kepada sistem den prinsip jamaah.
- Takwin: tahapan khusus hanya dengan kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang lama masanya dan berat tantangannya. Slogan utama dalam persiapan ini: “totalitas ketaatan”
- Tanfidz: Sikap menerima dengan kesetiaan kepada bai’at ini. Tunaikan tanggung jawab yang telah dipikulkan kepadamu dan siapkan dirimu untuk setia kepadanya.
Ketujuh
TSABAT: Yang saya maksud dengan tsabat (teguh pendirian) adalah
bahwa seorang akh hendaknya sentiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang
menghantarkan kepada tujuan, betapapun jauh jangkauannya, dan lama masanya
hingga bertemu Allah dalam keadaan yang tetap demikian. Dengan demikian ia
telah berhasil mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu menang atau syahid
di jalan-Nya. “Sebagian
dari orang-orang yang beriman ada orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah, diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka ada
pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah janjinya” (QS Al
Ahzab:23)
Kedelepan
TAJARRUD:Yang saya maksud dengan tajjarud (totalitas) adalah bahwa
engkau harus membersihkan pola pikir dari prinsip nilai dan pengaruh individu
yang lain, karena ia adalah setinggitinggi dan selengkap-lengkap fikrah.
“(Itulah) celupan Allah. Celupan
siapakah yang lebih baik daripada celupan Allah” (QS Al Baqarah:138)
Manusia, dalam pandangan akh yang
tulus, adalah salah satu dari enam golongan, yakni muslim yang pejuang, muslim
yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi / mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh
perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang dilindungi), atau muharib (orang
kafir yang memerangi). Masing-masing dari mereka memiliki hukum sendiri dalam
timbangan Islam. Dalam batas inilah individu atau lembaga ditimbang, berhak-ah
ia mendapat loyalitas atau sebaliknya: Permusuhan.
Kesembilan
UKHUWWAH: Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati
dan nurani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh dan
semulia-mulianya ikatan. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan sedangkan
perpecahan adalah saudaranya kekufuran. Kekuatan yang pertama adalah kekuatan
persatuan. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Standar minimal cinta kasih
adalah kelapangan dada dan standar maksimalnya adalah itsar (mementingkan orang
lain dari diri sendiri). Akh yang tulus melihat saudara-saudara lainnya lebih
utama daripada diri sendiri, karena jika tidak bersama mereka, ia tidak dapat
bersama yang lain. Sementara mereka, jika tidak dengan dirinya, dapat bersama
dengan orang lain. Sesungguhnya serigala hanya memakan domba yang terlepas secara
sendirian. Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat sebuang bangunan, yang
satu mengokohkan yang lainnya.
“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka mejadi pelindung bagi lainnya
(QS At Taubah:71)
Kesepuluh
TSIQOH: Yang saya maksud dengan tsiqoh (kepercayaan) adalah rasa
puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinannya
maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan
cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan. Pemimpin adalah unsur penting
dalam dakwah; tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan – yang
timbal balik – antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan
sejauh mana kekuatan sistem jama’ah, ketahanan khithah-nya, keberhasilannya
mewujudkan tujuan, dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan. Kepemimpinan
– dalam dakwah ikhwan – menduduki posisi guru dalam hal fungsi kepengajaran;
posisi syaikh dalam aspek kependidikan ruhani; dan posisi pemimpin dalam aspek
penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah. Dakwah kami menghimpun
pengertian ini secara keseluruhan, dan tsiqah kepada pemimpin adalah
segala-galanya bagi keberhasilan dakwah.
40 Kewajiban Seorang Aktivis Dakwah
Ada 40 Kewajiban yang senantiasa
diperintahkan oleh seorang mursyid kepada kita. Tentu hal ini bukanlah hadist
karena ia merupakan hasil ijtihad seorang mujtahid besar dalam kurun ini.
Bacalah dan laksanakanlah, kelak engkau akan merasakan betapa syumulnya Islam
ini
1. Hendaklah engkau memiliki
wirid harian dari Kitabullah (Al Qur’an) yang tidak kurang dari satu juz. Berusahalah
dengan sungguh - sungguh untuk mengkhatamkan Al Quran dalam waktu tidak lebih
dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah engkau membaca Al
Qur’an dan memperbaiki bacaannya, mendengarkannya, memperhatikannya dengan
seksama dan merenungkan (men -tadabburi) makna (arti) ayat-ayatnya.
3. Hendaklah engkau mengkaji
Shirah Nabawiyah yang suci dan sejarah para pendahulu (salafus shalih) sesuai
dengan waktu yang tersedia untukmu. Buku yang dirasa mencukupi kebutuhan ini
minimal adalah ‘Hummatul Islam’ (Pembela-pembela Islam). Hendaklah engkau juga
banyak membaca haditsAl Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau mengkaji risalah
tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang dalam bidang fiqih.
4. Hendaklah engkau bersegera
melakukan pemeriksaan menyeluruh (general check-up) secara berkala, segera
mengobati penyakit yang ada padamu. Disamping itu perhatikanlah faktor-faktor
penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah faktor-faktor yang
mengganggu kesehatan.
5. Hendaklah engkau menghindari
sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang
sejenisnya. Janganlah engkau meminumnya kecuali dalam keadaan terpaksa
(darurat) dan hendaklah engkau menghindarkan diri sama sekali dari rokok.
6. Hendaklah engkau memperhatikan
masalah kebersihan dalam segala hal, menyangkut tempat tinggal, pakaian,
makanan, tempat makan, badan dan tempat kerja, karena agama ini dibangun diatas
dasar kebersihan.
7. Hendaklah engkau menjadi orang
yang selalu jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
8. Hendaklah engkau menjadi orang
yang selau setia (menepati) janji dan ucapan. Janganlah mengingkarinya
bagaimanapun kondisi yang engkau hadapi.
9. Hendaklah engkau menjadi
seorang pemberani yang tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah sikap
terus terang dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani
mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri, dan menguasai diri ketika marah
sekalipun.
10. Hendaklah engkau menjadi
orang yang memiliki wibawa (kharisma) yang lebih mengutamakan keseriusan. Namun
hendaknya kewibawaan yang serius tersebut tidak menghalangimu dari canda yang
benar (tidak melampaui batas), senyum dan tertawa.
11. Hendaklah engkau menjadi
orang yang memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan yang halus (sensitif), dan
peka oleh kebaikan dan keburukan, yakani berbahagia untuk yang pertama
(kebaikan) dan merasa tersiksa untuk yang kedua (keburukan). Hendaklah engkau
menjadi orang yang rendah hati (tawadhu’) tanpa harus menghinakan diri, renda
h, lemah dan mengambil muka. Tidak bersikap taklid dan tidak terlalu berlunak
hati. Dan hendaklah engkau menuntut (posisi) yang lebih rendah dari martabatmu
agar engkau dapat mencapai martabat sesungguhnya.
12. Hendaklah engkau bersikap
adil dan benar dala m memutuskan hukum dalam suatu perkara pada setiap keadaan
/ situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu dari berbuat kebaikan, janganlah
mata keredhoanmu buta dari melihat keburukan, janganlah permusuhan membuatmu
lupa dari pengakuan jasa baik (orang lain). Dan hendaklah engkau berkata benar
meskipun itu merugikanmu atau merugikan orang yang paling dekat denganmu, atau
meskipun itu pahit rasanya.
13. Hendaklah engkau menjadi
pekerja keras (dengan banyak aktivitas) dan terlatih memberikan pelayanan-pelayanan
sosial. Hendaklah engkau merasa bahagia ketika dapat mempersembahkan bakti untuk
orang lain, gemar menjenguk orang sakit, membantu orang yang membutuhkan,
menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang tertimpa musibah,
meskipun hanya (menghibur) dengan ucapan-ucapan yang baik. Hendaklah engkau
senantiasa bersegera untuk berbuat kebaikan.
14. Hendaklah engkau berhati
lembut (belas kasihan), dermawan, lapang dada (toleran), pemaaf, lemah lembut
kepada sesama manusia maupun hewan. Juga baik dalam pergaulan dengan semua
orang, berakhlak mulia dan menjaga etika-etika Islam dalam berinteraksi,
mengasihi yang kecil dan menghormati yang tua, memberi tempat pada orang lain
dalam majelis, tidak memata -matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, tidak
berteriak-teriak, meminta izin ketika mendatangi suatu tempat/rumah atau
meninggalkannya, dan lain sebagainya.
15. Hendaklah engkau meningkatkan
kemampuan membaca dan pandai menulis, memperbanyak bacaan risalah-risalah
Ikhwan, koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah engkau berusaha memiliki
perpustakaan pribadi, seberapapun ukurannya, walau sangat sederhana. Bila
engkau seorang spesialis, hendaklah engkau memperdalam (menekuni) spesifikasi
keilmuan dan keahlianmu. Dan hendaklah engkau benar-benar mengenal (menguasai)
masalah-masalah keislaman secara umum, sehingga memiliki gambaran tentangnya
dan dapat menentukan hukumya yang sejalan dengan tuntutan-tuntutan fikrah.
16. Hendaklah engkau memiliki
proyek usaha ekonomi, betapapun kayanya engkau. Utamakanlah proyek -proyek yang
mandiri, tidak mengekang serta mengikat (wiraswasta), meskipun sangat kecil dan
sederhana. Dan terjunlah dibidang ini bagaimanapun bakat ilmiahmu.
17. Janganlah engkau terlalu
berharap / berambisi menjadi pegawai negeri. Anggaplah itu sebagai sesempit-sempit
pintu rezeki. Namun jangan menolak bila diberi peluang untuk itu. Dan janganlah
engkau meninggalkannya kecuali jika benar-benar bertentangan dengan tugas
-tugas da’wahmu.
18. Hendaklah engkau benar -
benar memperhatikan penunaian tugasmu, dalam hal kualitas, kecermatan, kejujuran
(tidak menipu) dan ketepatan waktu yang telah disepakati (disiplin).
19. Hendaklah engkau baik-baik
dalam menuntut hakmu, dan tunaikanlah hak orang lain dengan sempurna tanpa
diminta. Tidak dikurangi atau dilebihkan. Dan janganlah sekali-kali menunda –nunda
(penunaian hak tersebut).
20. Hendaklah engkau menjauhkan
diri dari perjudian dan segala jenisnya, apapun motif dibelakangnya. Hendaklah
engkau juga menjauhi mata pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar
yang dapat segera diperolehnya.
21. Hendaklah engkau menjauhkan
diri dari riba dalam setiap aktivitas (bidang mu’amalat) dan sucikanlah dirimu
dan hartamu dari riba secara total.
22. Hendaklah engkau membantu dan
memelihara sumber kekayaan (umat) Islam secara umum dengan mendorong pendirian
dan berkembangnya perusahaan, lembaga perekonomian Islam, pabrik dan proyek.
Hendaklah engkau menjaga setiap keping mata uang agar tidak jatuh ke tangan
orang non Islam dalam kondisi bagaimanapun. Juga jangan memakai (pakaian) dan
mengkonsumsi (makanan) kecuali hasil produksi negeri Islammu sendiri.
23. Hendaklaah engkau berpartisipasi
dalam da’wah dengan memberikan sebagian hartamu. Tunaikanlah kewajiban zakat
hartamu, dan sisihkanlah sebagian yang jelas dari hartamu untuk orang yang meminta,
dan orang yang kekurangan, betapapun kecilnya penghasilanmu.
24. Hendaklah engkau menabung
sebagian dari penghasilanmu, sekecil apapun untuk persediaan masa -masa sulit.
Janganlah sekali-kali menyusahkan dirimu untuk mengejar kesempurnaan (kebutuhan
tersier)
25. Hendaklah engkau bekerja
semampunya untuk menghidupkan tradisi-tradisi Islam dan menghilangkan tradisi-tradisi
asing dalam setiap aspek kehidupan. Misalnya ucapan salam penghormatan, bahasa,
sejarah, kalender (penanggalan), pakaian, perabot rumah tangga, jadwal dan cara
kerja juga istirahat, makan, minum, cara datang dan pergi, gaya dan ekspresi pelampiasan kesedihan dan
kegembiraan, dan lain sebagainya. Hendaklah engkau menjaga sunnah yang suci
dalam aktivitas tersebut.
26. Hendaklah egkau memboikot
peradilan-peradilan swasta setempat atau seluruh hukum peradilan yang tidak Islami.
Demikian juga klub-klub, gelanggang, penerbitan-penerbitan,
organisasi-organisasi, sekolah dan lembaga yang jelas-jelas menentang fikrohmu
yang Islami. Boikotlah semua itu dengan
sebenar-benarnya.
27. Hendaklah engkau senantiasa
merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat, mempersiapkan diri untuk
menghadapinya, menempuh fase demi fase menuju keridhoan Allah SWT dengan tekad
kuat dan semangat membaja, serta mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah
sunnah, seperti shalat malam, puasa tiga hari – minimal – setiap bulan,
memperbanyak dzikir dengan lisan dan hati, dan berusaha sekuat tenaga
mengamalkan doa yang diajarkan oleh Rasulullah pada setiap kesempatan.
28. Hendaklah engkau memperbaiki
thaharah (bersuci) dengan baik dan usahakan selalu dalam keadaan "prajurit
yang berada di barak dan sedang menunggu instruksi komandan"berwudlu
(suci) di sebgaian besar waktumu.
29. Hendaklah engkau meningkatkan
kualitas shalatmu dengan baik, biasakan tepat waktu dan lakukanlah berjamaah di
masjid tepat waktu bila mungkin dilakukan.
30. Hendaklah engkau berpuasa
dibulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji ke Baitullah bila mampu, dan berusahalah
untuk menunaikannya bila sekarang mampu melaksanakannya.
31. Hendaklah engkau senantiasa
menyertai dirimu dengan niat jihad dan mencintai mati syahid. Persiapkanlah
dirimu untuk itu kapan saja bila kesempatan itu tiba.
32. Hendaklah engkau senantiasa
memperbaharui taubat dan istighfarmu. Jaga diri dan berhati-hatilah terhadap
dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar. Sediakanlah untuk dirimu waktu khusus
sebelum tidur untuk mengintrospeksi diri terhadap apa-apa yang telah kamu
lakukan, yang baik maupun yang buruk. Bersungguh-sungguhlah dalam memperhatikan
dan memelihara waktu, karena waktu adalah kehidupan. Janganlah engkau gunakan –
sedikitpun – waktumu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Dan waspadalah
(jangan ceroboh) terhadap hal-hal yang syubhat, agar tidak tercebur ke dalam
kubangan yang haram.
33. Hendaklah engkau berjuang
meningkatkan kemampuanmu dengan sungguh-sungguh agar engkau dapat menerima
tongkat kepemimpinan. Hendaklah engkau bersungguh-sungguh memerangi nafsumu,
agar dapat dengan mudah mengendalikannya. Hendaklah engkau menundukkan
pandangan, mengendalikan emosi, dan memerangi selera-selera rendah dari
dorongan naluri-jiwa(insting). Dan selalu mengarahkannya kepada yang halal lagi
baik, serta membentenginya dari hal yang haram dan tercela, dalam keadaan
bagaimanapun.
34. Hendaklah engkau menghindari
sejauh-jauhnya dari arak (khamar), dan segala makanan dan minuman yang
memabukkan, segala yang melemahkan sejauh-jauhnya.
35. Hendaklah engkau menjauh dari
pergaulan orang jahat, persahabatan yang rusak dan tidak bermoral, dan jauhilah
tempat-tempat maksiat serta dosa.
36. Hendaklah engkau memerangi
tempat-tempat iseng (hiburan) yang sia -sia dan haram, jangan sekalikali mendekatinya,
serta jauhilah segala gaya
hidup glamour (mewah) atau bersantai-santai.
37. Hendaklah engkau mengenali
atau mengetahui anggota katibahmu satu per satu dengan sempurna (pengetahuan
yang lengkap), dan kenalkan juga dirimu pada mereka dengan selengkapnya. Tunaikanlah hak-hak ukhuwah mereka dengan
seutuhnya, hak kecintaan dan kasih sayang,
penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah senantiasa engkau
menghadiri majelis (pertemuan) mereka, dan tidak absen kecuali udzur darurat
yang tidak dapat dielakkan. Dan hendaklah engkau berpegang teguh sikap itsar
dan memprioritaskan mereka dalam pergaulanmu.
38. Hendaklah engkau menghidari
hubungan dengan organisasi atau jamaah manapun, bila hubungan tersebut tidak
membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika diperintahkan untuk itu.
39. Hendaklah engkau menyebarkan
da’wahmu disemua tempat, dimanapun, dan memberikan informasi kepada pemimpin
tentang segala kondisi yang melingkupimu. Janganlah engkau berbuat sesuatu yang
berdampak strategis kecuali dengan seizinnya (pimpinan).
40. Hendaklah engkau senantiasa
menjalin hubungan baik, kontak ruhani dan operasional (‘amali) dengan pimpinan
dan Jamaah.